Sabtu, 02 Maret 2013

Balada Bung Karno

Balada Bung Karno dan Burung
Nuri
Adalah kebiasaan Bung Karno
untuk menerima rakyatnya di
Istana. Ya… ketua adat, tokoh
agama, sampai rakyat jelata.
Sebaliknya, tidak sedikit rakyat dari
berbagai penjuru Nusantara yang
tak segan menembus jarak,
menerobos kesusahan untuk
sekadar bisa memberi sesuatu
yang menurut mereka berharga.
Tidak sedikit rakyat yang tinggal di
pedalaman sebuah pulau, datang
menemui presidennya, sekadar
ingin memberikan sesuatu sebagai
tanda cinta.
Ini kisah seorang warga Maluku.
Tersebutlah seorang bapak diantar
anaknya, datang dari Maluku ke
Istana hendak menjumpai Bung
Karno. Ia membawa persembahan
berupa seekor burung nuri khas
Maluku. Bukan sembarang nuri,
karena yang dibawanya adalah
seekor burung nuri raja yang
begitu elok rupanya.
Bung Karno menemui tamunya
dari Maluku dengan sangat ramah.
Ditanya tentang keluarganya…
ditanya bagaimana perjalanannya
dari Maluku sampai Jakarta…
ditanya situasi dan keadaan
daerah tempat tinggalnya…. dan
banyak pertanyaan lain yang tentu
saja membuat si tamu dengan
antusias bertutur, bercerita
bangga. Bangga pula mendapat
perhatian yang begitu personal
dari presidennya.
Tak lupa, Bung Karno
mempersilakan tamunya minum
teh, dan makan kue-kue seperti
biasa Bung Karno kalau menerima
rakyatnya di beranda Istana yang
teduh. Usai berbicara panjang,
sampailah Bung Karno kepada
burung nuri persembahan
tamunya. “Jadi, Bapak
menyerahkan burung ini kepada
saya? Saya boleh berbuat apa saja
kepada burung ini?
Dijawab antusias, “Ya pak. tentu
saja terserah bapak, mau diapakan
burung itu.” Bung Karno
menimpali, “Nah, kalau begitu,
ikutlah saya…” Bung Karno diikuti
pengawal, mengajak tamunya
menuruni tangga istana, berjalan
menuju bibir taman yang hijau.
“Coba buka sangkar itu, dan
lepaskanlah burung yang indah
itu,” kata Bung Karno kepada
pengawalnya. Tanpa bertanya
lebih lanjut, si pengawal itu
melepas burung nuri raja itu.
Burung itu pun terbang riang dan
hinggap di dahan yang rindang.
Berkatalah Bung Karno kepada
tamunya, “Pak, burung itu akan
lebih senang kalau bisa terbang
bebas, bisa terbang kemana-mana.
Biarkanlah ia merdeka, seperti kita
pun ingin merdeka selama-
lamanya.”
Begitulah Bung Karno. Dia sangat
tidak senang melihat burung di
dalam sangkar. Ia bahkan
melarang staf dan pegawai Istana
memelihara burung di dalam
sangkar. Karenanya, tidak ada satu
pun burung dalam sangkar
terpajang di Istana Jakarta, Bogor,
Yogyakarta, maupun Bali. Bung
Karno senang sekali melihat
burung-burung beterbangan,
hinggap di dahan dan berkicau
dengan riang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar