Sabtu, 02 Maret 2013

G 30 S / PKI Versi Ir.Sukarno

G30S PKI versi Soekarno
RATNASARI Dewi Soekarno
memperlihatkan dokumen yang
dikirim ke Amerika Serikat dalam
jumpa persnya di Jakarta, kemarin.
Dokumen tersebut menyebutkan
tentang adanya percobaan kudeta
terhadap Presiden pertama RI
Soekarno.* (DUDI SUGANDI/”PR”)
MISTERI Gerakan 30 September
Partai Komunis Indonesia (G30S/
PKI) kini mulai terungkap. Ini
setidaknya menurut versi Ratna
Sari Dewi, istri almarhum Presiden
Soekarno, yang
menyingkapkannya kepada
wartawan di Jakarta, beberapa
waktu lalu. Dengan tutur bahasa
Indonesia yang kurang lancar,
Dewi memaparkan secara runtut
kejadian sekitar tragedi berdarah
yang membenamkan bangsa
Indonesia dalam kepedihan
berkepanjangan itu. “G30S/PKI
bukanlah suatu kup atau kudeta.
Kudeta terjadi justru tanggal 11
Maret dengan Surat Perintah 11
Maret yang menghebohkan itu,”
kata Dewi dalam konferensi pers di
kediamannya yang asri di Jl. Widya
Chandra IX No. 10. Jumpa pers ini
dihadiri ratusan wartawan dari
dalam dan luar negeri. Maka
meluncurlah cerita dari bibir
mungil wanita yang masih cantik
di usianya yang mendekati kepala
enam ini. Dengan sangat ekspresif,
ia bahkan memperagakan saat-
saat akhir Bung Karno (BK) ketika
dibawa dari Wisma Yaso ke Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat
(RSPAD). “Sebelum 30 September,
Bapak (Bung Karno-BK, red)
memanggil Jenderal A. Yani untuk
menanyakan tentang adanya
Dewan Jenderal yang hendak
melakukan kudeta dan
membunuhnya,” kata Dewi
mengutip ucapan suaminya. Saat
itu, Pak Yani menyatakan bahwa
dirinya sudah tahu tentang hal itu,
dan nama-nama para jenderal itu
sudah ada di tangannya. “Jadi
Bapak tidak usah khawatir,” kata
A. Yani. Saat itu, sebetulnya tidak
ada yang memberitahu anggota
pasukan Tjakrabirawa, pasukan
pengawal presiden, tentang
rencana makar terhadap panglima
revolusi ini. Entah mengapa,
pentolan Tjakra seperti Letkol
Untung, Kolonel Latief dan
Supardjo mengetahuinya.
“Mungkin ada yang memberi tahu
mereka,” ucap Dewi mengutarakan
prediksinya. Sebagai perwira muda
yang sangat loyal kepada BK,
didorong kekhawatiran akan
keselamatan BK, pasukan Tjakra ini
bertanya-tanya apa yang harus
dilakukannya. Sebab kalau lapor
kepada atasannya, diperlukan
bukti-bukti padahal mereka hanya
punya waktu sekitar empat hari
lagi, karena kudeta akan dilakukan
tanggal 5 Oktober 1965 saat ulang
tahun ABRI. “Lebih baik kami
interogasi saja jenderal-jenderal
itu,” kata Dewi tentang niat para
perwira muda di kesatuan Tjakra
ini. Hal ini sebenarnya tidak
direncanakan dengan baik, karena
para perwira muda ini didorong
oleh suasana emosi dan darah
mudanya yang memang panas.
Guna menghindari kemungkinan
yang lebih buruk, Kol. Latief
menemui Pak Harto di RSPAD dan
membicarakan tentang rencana
dewan jenderal. Juga diungkapkan
kekhawatirannya terhadap
keselamatan BK dan anggotanya
serta rencana menginterogasi
anggota dewan jenderal. “Kalau
ada apa-apa, Pak Harto bisa mem-
back up,” kata Dewi. Namun
permintaan itu ditanggapi dingin
oleh Pak Harto yang saat itu
menjabat Pangkostrad. Sebetulnya,
kalau mau Pak Harto bisa
mencegah kejadian ini. Namun
karena tidak hirau, Pak Harto
membiarkan pasukan Tjakra
bertindak. “Tjakra bermaksud
menyelamatkan BK. Masudnya baik
tapi caranya kasar. Saya bisa
mengerti karena darah mudanya,”
tutur Dewi. Untuk menginterogasi
para jenderal itu, Letkol Untung tak
mungkin menyuruh prajurit muda
dengan pangkat rendah. Mereka
ini hanya bertugas menjemput
para jenderal untuk diinterogasi.
“Para prajurit ini tak mungkin
berani memanggil Pak Yani yang
jenderal untuk menghadap. Karena
itu, mereka meminta para jenderal
untuk menghadap BK dan tidak
ada sama sekali rencana untuk
membunuh mereka,” jelas Dewi
yang sempat menghebohkan
masyarakat Indonesia lewat buku
yang menampilkan seluruh
tubuhnya, Madame D’syuga.
Namun karena mereka masih
muda, kerap kali keluar kata kasar
yang tidak layak ditujukan kepada
jenderal sehingga mereka marah.
Contohnya Jenderal Yani yang
menampar seorang prajurit dan
akhirnya ditembak di tempat,
sebagaimana terungkap dalam film
G30S/PKI arahan Arifin C. Noer.
“Jadi gerakan itu bukanlah orang
PKI melainkan orang-orang militer.
Ini merupakan insiden yang
sangat bodoh, idiot, cruel dan
harus dicela,” kata mantan geisha
di Jepang ini. Menurut Dewi, usai
gerakan ini Soeharto langsung
menyatakan bahwa pelakunya
adalah PKI. Itu diutarakan lewat
RRI sehingga membentuk opini
masyarakat tentang jahatnya PKI.
Saat HUT TNI, Soeharto telah
berhasil menguasai TNI. “Mengapa
rencana kudeta itu tanggal 5
Oktober? Karena saat itu semua
maklum bila tentara keluar barak
menuju istana untuk
memperlihatkan keterampilannya
di hadapan presiden. Saat itu ada
show of tank. Ini persis dilakuan
CIA ketika menjatuhkan Presiden
Mesir Anwar Sadat yang meninggal
saat defile angkatan perangnya,”
kata Dewi yang saat konferensi
pers mengenakan batik tulis ‘lusuh’
warna cokelat muda ini.
**
TENTANG jatuhnya BK, Dewi sangat
yakin bahwa BK Jatuh atas
keterlibatan CIA. Untuk
memperkuat pernyataannya itu,
Dewi memperlihatkan 10 fotokopi
dari tiga surat penting yang
disebutnya sebagai bukti otentik
keterlibatan CIA dan AS.
Bukti pertama adalah dokumen
tentang pertemuan salah seorang
jenderal dengan dubes AS waktu
itu untuk membicarakan kudeta
tanggal 5 Oktober 1965.
Dokumen kedua adalah dokumen
Gillchrist, orang kedua di Kedubes
AS yang menyebutkan tentang
rencana Marshal Green menjadi
Dubes AS di Indonesia. Orang
terakhir ini adalah pakar kudeta
CIA yang terlibat dalam kudeta di
Korea dan Hongkong. Saat itu
sebetulnya BK sudah diingatkan
tentang kemungkinan adanya
rencana CIA di Indonesia
sehubungan dengan kedatangan
Green ini. “Tapi kalau saya tolak,
berarti saya takut pada AS,” kata
BK, seperti dikutip Dewi, tentang
alasannya menerima Green.
Dokumen terakhir adalah surat
dari BK untuk Dewi yang
menyatakan penderitaannya
karena tidak boleh dijenguk anak
dan istrinya. Juga tentang kondisi
terakhir BK.
“Saat saya datang, kondisi Bapak
sangat mengenaskan. Keesokan
harinya Bapak meninggal. Ketika
saya konfirmasikan kepada dokter
di AS dan Prancis, ternyata
terungkap bahwa ada indikasi
Bapak dibunuh dengan cara diberi
obat over dosis,” katanya.
**
=========================================
menurut saya yg di versi soe ini
sedikit ada perbedaan dg dok CIA
sebenarnya tidak overdosis namun
dokter yg merawat soekarno
adalah seorang doker hewan.
soeharto mengganti dokter cina
itu dg doker hewan dan melarang
memberikan obat.karena dokter
tersebut tidak tega..dokter hanya
memberi obat penawar rasa sakit
dan vitamin dari tumbuhan dgn
penyakit ginjal soekarno yg
parah...wajah soekarno yg
membengkak karena ginja yg tidak
dapat menetralisir racun,sehingga
racun hanya berputar2di badan
soe...menjadi bom waktu...hatta
waktu terakhir mengunjungi soe
sebelum meninggal bahkan tak
mengenali wajah soe yg
membengkak...
hatta hanya bisa menangis...
sepulang hatta mengumbar
kata2nya ke publik
ttg perkaluan harto thd soe naas
tidak terjadi perubahan apa2
sampai soe wafat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar