Sabtu, 02 Maret 2013

Gerakan Gerakan Sparatis yang Pernah Ada di Indonesia

A. Pemberontakan PKI di Madiun
Tahun 1948
Membahas tentang
pemberontakan PKI di Madiun
tidak bisa lepas dari jatuhnya
kabinet Amir Syarifuddin tahun
1948. Mengapa kabinet Amir
jatuh? Jatuhnya kabinet Amir
disebabkan oleh kegagalannya
dalam Perundingan Renville yang
sangat merugikan Indonesia.
Untuk merebut kembali
kedudukannya,pada tanggal 28
Juni 1948 Amir Syarifuddin
membentuk Front Demokrasi
Rakyat (FDR) Untuk memperkuat
basis massa, FDR membentuk
organisasi kaum petani dan buruh.
Selain itu dengan memancing
bentrokan dengan menghasut
buruh. Puncaknya ketika terjadi
pemogokan di pabrik karung
Delanggu (Jawa Tengah) pada
tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal
11 Agustus 1948, Musso tiba dari
Moskow. Amir dan FDR segera
bergabung dengan Musso. Untuk
memperkuat organisasi, maka
disusunlah doktrin bagi PKI.
Doktrin itu bernama Jalan Baru. PKI
banyak melakukan kekacauan,
terutama di Surakarta.
Oleh PKI daerah Surakarta
dijadikan daerah kacau (wildwest).
Sementara Madiun dijadikan basis
gerilya. Pada tanggal 18 September
1948, Musso memproklamasikan
berdirinya pemerintahan Soviet di
Indonesia. Tujuannya untuk
meruntuhkan Republik Indonesia
yang berdasarkan
Pancasila dan menggantinya
dengan negara komunis. Pada
waktu yang bersamaan, gerakan
PKI dapat merebut tempat-tempat
penting di Madiun. Untuk
menumpas pemberontakan PKI,
pemerintah melancarkan operasi
militer. Dalam hal ini peran Divisi
Siliwangi cukup besar. Di samping
itu, Panglima Besar Jenderal
Soedirman memerintahkan Kolonel
Gatot Subroto di Jawa Tengah dan
Kolonel Sungkono di Jawa Timur
untuk mengerahkan pasukannya
menumpas pemberontakan PKI di
Madiun. Dengan dukungan rakyat
di berbagai tempat, pada tanggal
30 September 1948, kota Madiun
berhasil direbut kembali oleh
tentara Republik. Pada akhirnya
tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan
Lukman melarikan diri ke Cina dan
Vietnam. Sementara itu, tanggal 31
Oktober 1948 Musso tewas
ditembak. Sekitar 300 orang
ditangkap oleh pasukan Siliwangi
pada tanggal 1 Desember 1948 di
daerah Purwodadi, Jawa Tengah.
Dengan ditumpasnya
pemberontakan PKI di Madiun,
maka selamatlah bangsa dan
negara Indonesia dari rongrongan
dan ancaman kaum komunis yang
bertentangan dengan ideologi
Pancasila. Penumpasan
pemberontakan PKI dilakukan oleh
bangsa Indonesia sendiri, tanpa
bantuan apa pun dan dari siapa
pun. Dalam kondisi bangsa yang
begitu sulit itu, ternyata RI
sanggup menumpas
pemberontakan yang relatif besar
oleh golongan komunis dalam
waktu singkat.
B. Pemberontakan Darul Islam (DI)
dan Tentara Islam Indonesia (TII)
(DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat)
Berdasarkan Perundingan Renville,
kekuatan militer Republik
Indonesia harus meninggalkan
wilayah Jawa Barat yang dikuasai
Belanda. TNI harus mengungsi ke
daerah Jawa Tengah yang dikuasai
Republik Indonesia. Tidak semua
komponen bangsa menaati isi
Perjanjian Renville yang dirasakan
sangat merugikan bangsa
Indonesia. Salah satunya adalah
S.M. Kartosuwiryo beserta para
pendukungnya. Pada tanggal 7
Agustus 1949, Kartosuwiryo
memproklamasikan berdirinya
Negara Islam Indonesia (NII).
Tentara dan pendukungnya
disebut Tentara Islam Indonesia
(TII). Gerakan Darul Islam yang
didirikan oleh Kartosuwiryo
mempunyai pengaruh yang cukup
luas. Pengaruhnya sampai ke Aceh
yang dipimpin Daud Beureueh,
Jawa Tengah (Brebes, Tegal) yang
dipimpin Amir Fatah dan Kyai
Somolangu (Kebumen), Kalimantan
Selatan dipimpin Ibnu Hajar, dan
Sulawesi Selatan dengan tokohnya
Kahar Muzakar.
C. Pemberontakan Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia
(PRRI)
Munculnya pemberontakan PRRI
diawali dari ketidakharmonisan
hubungan pemerintah daerah dan
pusat. Daerah kecewa terhadap
pemerintah pusat yang dianggap
tidak adil dalam alokasi dana
pembangunan. Kekecewaan
tersebut diwujudkan dengan
pembentukan dewan-dewan
daerah seperti berikut.
a. Dewan Banteng di Sumatra Barat
yang dipimpin oleh Letkol Ahmad
Husein.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara
yang dipimpin oleh Kolonel
Maludin Simbolan.
c. Dewan Garuda di Sumatra
Selatan yang dipimpin oleh Letkol
Barlian.
d. Dewan Manguni di Sulawesi
Utara yang dipimpin oleh Kolonel
Ventje Sumual.
Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad
Husein menuntut agar Kabinet
Djuanda mengundurkan diri dalam
waktu 5 x 24 jam, dan
menyerahkan mandatnya kepada
presiden. Tuntutan tersebut jelas
ditolak pemerintah pusat. Setelah
menerima ultimatum, maka
pemerintah bertindak tegas
dengan memecat secara tidak
hormat Ahmad Hussein, Simbolon,
Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek
yang memimpin gerakan sparatis.
Langkah berikutnya tanggal 12
Februari 1958 KSAD A.H. Nasution
membekukan Kodam Sumatra
Tengah dan selanjutnya
menempatkan langsung di bawah
KSAD.
Pada tanggal 15 Februari 1958
Achmad Hussein
memproklamasikan berdirinya
Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI). Sebagai
perdana menterinya adalah Mr.
Syafruddin Prawiranegara.
D. Pemberontakan Permesta
Proklamasi PRRI ternyata
mendapat dukungan dari
Indonesia bagian Timur. Tanggal
17 Februari 1958 Somba
memutuskan hubungan dengan
pemerintah pusat dan mendukung
PRRI. Gerakannya dikenal dengan
Perjuangan Rakyat Semesta
(Permesta). Gerakan ini jelas
melawan pemerintah pusat dan
menentang tentara sehingga
harus ditumpas. Untuk menumpas
gerakan Permesta, pemerintah
melancarkan operasi militer
beberapa kali. Berikut ini operasi-
operasi militer tersebut.
a. Komando operasi Merdeka yang
dipimpin oleh Letkol Rukminto
Hendraningrat.
b. Operasi Saptamarga I dipimpin
Letkol Sumarsono, menumpas
Permesta di Sulawesi Utara bagian
Tengah.
c. Operasi Saptamarga II dipimpin
Letkol Agus Prasmono dengan
sasaran Sulawesi Utara bagian
Selatan.
d. Operasi Saptamarga III dipimpin
Letkol Magenda dengan sasaran
kepulauan sebelah Utara Manado.
e. Operasi Saptamarga IV dipimpin
Letkol Rukminto Hendraningrat,
menumpas Permesta di Sulawesi
Utara.
f. Operasi Mena I dipimpin Letkol
Pieters dengan sasaran Jailolo.
g. Operasi Mena II dipimpin Letkol
Hunholz untuk merebut lapangan
udara Morotai.
Ternyata Gerakan Permesta
mendapat dukungan asing,
terbukti dengan ditembak
jatuhnya pesawat yang
dikemudikan oleh Alan Pope
warga negara Amerika Serikat
tanggal 18 Mei 1958 di atas
Ambon. Meskipun demikian,
pemberontakan Permesta dapat
dilumpuhkan sekitar bulan
Agustus 1958, walaupun sisa-
sisanya masih ada sampai tahun
1961.
E. Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
adalah sebuah organisasi (yang
dianggap separatis) yang memiliki
tujuan supaya daerah Aceh atau
yang sekarang secara resmi
disebut Nanggroe Aceh
Darussalam lepas dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Konflik antara pemerintah dan GAM
yang diakibatkan perbedaan
keinginan ini telah berlangsung
sejak tahun 1976 dan
menyebabkan jatuhnya hampir
sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini
juga dikenal dengan nama Aceh
Sumatra National Liberation Front
(ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan
di Tiro yang sekarang bermukim di
Swedia dan berkewarganegaraan
Swedia.
Pada 27 Februari 2005, pihak GAM
dan pemerintah memulai tahap
perundingan di Vantaa, Finlandia.
Mantan presiden Finlandia Marti
Ahtisaari berperan sebagai
fasilitator.
Pada 17 Juli 2005, setelah
perundingan selama 25 hari, tim
perunding Indonesia berhasil
mencapai kesepakatan damai
dengan GAM di Vantaa, Helsinki,
Finlandia. Penandatanganan nota
kesepakatan damai dilangsungkan
pada 15 Agustus 2005. Proses
perdamaian selanjutnya dipantau
oleh sebuah tim yang bernama
Aceh Monitoring Mission (AMM)
yang beranggotakan lima negara
ASEAN dan beberapa negara yang
tergabung dalam Uni Eropa. Di
antara poin pentingnya adalah
bahwa pemerintah Indonesia akan
turut memfasilitasi pembentukan
partai politik lokal di Aceh dan
pemberian amnesti bagi anggota
GAM.
Seluruh senjata GAM yang
mencapai 840 pucuk selesai
diserahkan kepada AMM pada 19
Desember 2005. Kemudian pada
27 Desember, GAM melalui juru
bicara militernya, Sofyan Daud,
menyatakan bahwa sayap militer
mereka telah dibubarkan secara
formal.
F. Gerakan Sparatais Tragedi
Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965
Doktrin Nasakom yang
dikembangkan oleh Presiden
Soekarno memberi keleluasaan PKI
untuk memperluas pengaruh.
Usaha PKI untuk mencari
pengaruh didukung oleh kondisi
ekonomi bangsa yang semakin
memprihatinkan. Dengan adanya
nasakomisasi tersebut, PKI menjadi
salah satu kekuatan yang penting
pada masa Demokrasi Terpimpin
bersama Presiden Soekarno dan
Angkatan Darat. Pada akhir tahun
1963, PKI melancarkan sebuah
gerakan yang disebut “aksi
sepihak”. Para petani dan buruh,
dibantu para kader PKI, mengambil
alih tanah penduduk, melakukan
aksi demonstrasi dan pemogokan.
Untuk melancarkan kudeta, maka
PKI membentuk Biro Khusus yang
diketuai oleh Syam Kamaruzaman.
Biro Khusus tersebut mempunyai
tugas-tugas berikut.
a. Menyebarluaskan pengaruh dan
ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.
b. Mengusahakan agar setiap
anggota ABRI yang telah bersedia
menjadi anggota PKI dan telah
disumpah dapat membina anggota
ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para
anggota ABRI yang telah dibina
atau menjadi pengikut PKI agar
sewaktu-waktu dapat
dimanfaatkan untuk
kepentingannya.
Memasuki tahun 1965
pertentangan antara PKI dengan
Angkatan Darat semakin
meningkat. D.N. Aidit sebagai
pemimpin PKI beserta Biro
Khususnya, mulai meletakkan
siasat-siasat untuk melawan
komando puncak AD. Berikut ini
siasat-siasat yang ditempuh oleh
Biro Khusus PKI.
a. Memojokkan dan mencemarkan
komando AD dengan tuduhan
terlibat dalam persekongkolan
(konspirasi) menentang RI, karena
bekerja sama dengan Inggris dan
Amerika Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD
telah membentuk “Dewan
Jenderal” yang tujuannya
menggulingkan Presiden
Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer
yang tidak mendukung adanya
“Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari
angkatan-angkatan lain.
e. Mengusulkan kepada
pemerintah agar membentuk
Angkatan Kelima yang terdiri dari
para buruh dan petani yang
dipersenjatai.
Ketegangan politik antara PKI dan
TNI AD mencapai puncaknya
setelah tanggal 30 September
1965 dini hari, atau awal tanggal 1
Oktober 1965. Pada saat itu terjadi
penculikan dan pembunuhan
terhadap para perwira Angkatan
Darat.
G. Pemberontakan APRA (Angkatan
Perang Ratu Adil), Andi Azis, dan
Republik Maluku Selatan (RMS)
Pada masa pemerintahan RIS,
muncul pemberontakan-
pemberontakan yang
mengguncang stabilitas politik
dalam negeri. Pemberontakan-
pemberontakan tersebut antara
lain gerakan Angkatan Perang Ratu
Adil (APRA), pemberontakan Andi
Azis, dan Gerakan Republik Maluku
Selatan (RMS).
H. Republik Maluku Selatan (RMS)
Republik Maluku Selatan (RMS)
adalah daerah yang
diproklamasikan merdeka pada 25
April 1950 dengan maksud untuk
memisahkan diri dari Negara
Indonesia Timur (saat itu
Indonesia masih berupa Republik
Indonesia Serikat). Namun oleh
Pemerintah Pusat, RMS dianggap
sebagai pemberontakan dan
setelah misi damai gagal, maka
RMS ditumpas tuntas pada
November 1950. Sejak 1966 RMS
berfungsi sebagai pemerintahan di
pengasingan, Belanda.
Pada 25 April 1950 RMS hampir/
nyaris diproklamasikan oleh
orang-orang bekas prajurit KNIL
dan pro-Belanda yang di antaranya
adalah Dr. Chr.R.S. Soumokil bekas
jaksa agung Negara Indonesia
Timur yang kemudian ditunjuk
sebagai Presiden, Ir. J.A. Manusama
dan J.H. Manuhutu.
RMS di Belanda lalu menjadi
pemerintahan di pengasingan.
Pada 29 Juni 2007 beberapa
pemuda Maluku mengibarkan
bendera RMS di hadapan Presiden
Susilo Bambang Yudhono pada
hari keluarga nasional di Ambon.
Pada 24 April 2008 John Watilette
perdana menteri pemerintahan
RMS di pengasingan Belanda
berpendapat bahwa mendirikan
republik merupakan sebuah mimpi
di siang hari bolong dalam
peringatan 58 tahun proklamasi
kemerdekaan RMS yang dimuat
pada harian Algemeen Dagblad
yang menurunkan tulisan tentang
antipati terhadap Jakarta menguat.
Tujuan politik RMS sudah berlalu
seiring dengan melemahnya
keingingan memperjuangkan RMS
ditambah tidak adanya donatur
yang bersedia menyisihkan
dananya, kini hubungan dengan
Maluku hanya menyangkut soal
sosial ekonomi. Perdana menteri
RMS (bermimpi) tidak menutup
kemungkinan Maluku akan
menjadi daerah otonomi seperti
Aceh Kendati tetap menekankan
tujuan utama adalah meraih
kemerdekaan penuh.
Pemimpin pertama RMS dalam
pengasingan di Belanda adalah
Prof. Johan Manusama, pemimpin
kedua Frans Tutuhatunewa turun
pada tanggal 25 april 2009. Kini
John Wattilete adalah pemimpin
RMS pengasingan di Belanda.
Di Belanda, Pemerintah RMS tetap
menjalankan semua kebijakan
Pemerintahan, seperti Sosial,
Politik, Keamanan dan Luar Negeri.
Komunikasi antara Pemerintah RMS
di Belanda dengan para Menteri
dan para Birokrat di Ambon
berjalan lancar terkendali. Keadaan
ini membuat pemerintahan
Sukarno tkdak bisa berpangku
tangan menyaksikan semua
aktivitas rakyat Maluku, sehingga
dikeluarkanlah perintah untuk
menangkap seluruh pimpinan
dengan semua jajarannya,
sehingga pada akhirnya
dinyatakanlah bahwa Pemerintah
RMS yang berada di Belanda
sebagai Pemerintah RMS dalam
pengasingan Dengan bekal
dokumentasi dan bukti
perjuangan RMS, para pendukung
RMS membentuk apa yang disebut
Pemerintahan RMS di pengasingan.
Pemerintah Belanda mendukung
kemerdekaan RMS, Namun di
tahun 1978 terjadi peristiwa
Wassenaar, dimana beberapa
elemen pemerintahan RMS
melakukan serangan kepada
Pemerintah Belanda sebagai
protes terhadap kebijakan
Pemerintah Belanda. Oleh Press di
Belanda dikatakanlah peristiwa itu
sebagai teror yang dilakukan para
aktifis RMS di Belanda. Ada yang
mengatakan serangan ini
disebabkan karena pemerintah
Belanda menarik dukungan
mereka terhadap RMS. Ada lagi
yang menyatakan serangan teror
ini dilakukan karena pendukung
RMS frustasi, karena Belanda tidak
dengan sepenuh hati memberikan
dukungan sejak mula. Di antara
kegiatan yang di lansir Press
Belanda sabagai teror, adalah
ketika di tahun 1978 kelompok
RMS menyandera 70 warga sipil di
gedung pemerintah Belanda di
Assen-Wassenaar.
Selama tahun 70an, teror seperti
ini dilakukan juga oleh beberapa
kelompok sempalan RMS, seperti
kelompok Komando Bunuh Diri
Maluku Selatan yang dipercaya
merupakan nama lain (atau
setidaknya sekutu dekat) Pemuda
Maluku Selatan Merdeka. Kelompok
ini merebut sebuah kereta api dan
menyandera 38 penumpangnya di
tahun 1975. Ada juga kelompok
sempalan yang tidak dikenal yang
pada tahun 1977 menyandera 100
orang di sebuah sekolah dan di
saat yang sama juga menyandera
50 orang di sebuah kereta api.
Pada saat Kerusuhan Ambon yang
terjadi antara 1999-2004, RMS
kembali mencoba memakai
kesempatan untuk menggalang
dukungan dengan upaya-upaya
provokasi, dan bertindak dengan
mengatas-namakan rakyat Maluku.
Beberapa aktivis RMS telah
ditangkap dan diadili atas tuduhan
kegiatan-kegiatan teror yang
dilakukan dalam masa itu,
walaupun sampai sekarang tidak
ada penjelasan resmi mengenai
sebab dan aktor dibalik kerusuhan
Ambon.
Pada tanggal 29 Juni 2007,
beberapa elemen aktivis RMS
berhasil menyusup masuk ke
tengah upacara Hari Keluarga
Nasional yang dihadiri oleh
Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, para pejabat dan tamu
asing. Mereka menari tarian
Cakalele seusai Gubernur Maluku
menyampaikan sambutan. Para
hadirin mengira tarian itu bagian
dari upacara meskipun sebenarnya
tidak ada dalam jadwal. Mulanya
aparat membiarkan saja aksi ini,
namun tiba-tiba para penari itu
mengibarkan bendera RMS.
Barulah aparat keamanan tersadar
dan mengusir para penari keluar
arena. Di luar arena para penari itu
ditangkapi. Sebagian yang
mencoba melarikan diri dipukuli
untuk dilumpuhkan oleh aparat.
Pada saat ini (30 Juni 2007)
insiden ini sedang diselidiki.
Beberapa hasil investigasi
menunjukkan bahwa RMS masih
eksis dan mempunyai Presiden
Transisi bernama Simon Saiya.
Beberapa elemen RMS yang
dianggap penting ditahan di
kantor Densus 88 Anti Teror.
I. Organisasi Papua Merdeka (OPM)
Organisasi Papua Merdeka (OPM)
adalah sebuah gerakan nasionalis
yang didirikan tahun 1965 yang
bertujuan untuk mewujudkan
kemerdekaan Papua bagian barat
dari pemerintahan Indonesia.
Sebelum era reformasi, provinsi
yang sekarang terdiri atas Papua
dan Papua Barat ini dipanggil
dengan nama Irian Jaya. .
OPM merasa bahwa mereka tidak
memiliki hubungan sejarah
dengan bagian Indonesia yang lain
maupun negara-negara Asia
lainnya. Penyatuan wilayah ini ke
dalam NKRI sejak tahun 1969
merupakan buah perjanjian antara
Belanda dengan Indonesia dimana
pihak Belanda menyerahkan
wilayah tersebut yang selama ini
dikuasainya kepada bekas
jajahannya yang merdeka,
Indonesia. Perjanjian tersebut oleh
OPM dianggap sebagai penyerahan
dari tangan satu penjajah kepada
yang lain.
Pada tanggal 1 Juli 1971, Nicolaas
Jouwe dan dua komandan OPM
yang lain, Seth Jafeth Raemkorem
dan Jacob Hendrik Prai menaikkan
bendera Bintang Fajar dan
memproklamasikan berdirinya
Republik Papua Barat. Namun
republik ini berumur pendek
karena segera ditumpas oleh
militer Indonesia dibawah
perintah Presiden Soeharto.
Tahun 1982 Dewan Revolusioner
OPM didirikan dimana tujuan
dewan tersebut adalah untuk
menggalang dukungan
masyarakat internasional untuk
mendukung kemerdekaan wilayah
tersebut. Mereka mencari
dukungan antara lain melalui PBB,
GNB, Forum Pasifik Selatan, dan
ASEAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar