Sabtu, 02 Maret 2013

Biografi Ir.Sukarno

Biografi Presiden
Soekarno
Presiden pertama Republik
Indonesia, Soekarno yang biasa
dipanggil Bung Karno, lahir di
Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901
dan meninggal di Jakarta, 21
Juni 1970. Ayahnya bernama
Raden Soekemi Sosrodihardjo
dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai.
Semasa hidupnya, beliau
mempunyai tiga istri dan
dikaruniai delapan anak. Dari
istri Fatmawati mempunyai
anak Guntur, Megawati,
Rachmawati, Sukmawati dan
Guruh. Dari istri Hartini
mempunyai Taufan dan Bayu,
sedangkan dari istri Ratna Sari
Dewi, wanita turunan Jepang
bernama asli Naoko Nemoto
mempunyai anak Kartika..
Masa kecil Soekarno hanya
beberapa tahun hidup bersama
orang tuanya di Blitar. Semasa
SD hingga tamat, beliau tinggal
di Surabaya, indekos di rumah
Haji Oemar Said Tokroaminoto,
politisi kawakan pendiri
Syarikat Islam. Kemudian
melanjutkan sekolah di HBS
(Hoogere Burger School). Saat
belajar di HBS itu, Soekarno
telah menggembleng jiwa
nasionalismenya. Selepas lulus
HBS tahun 1920, pindah ke
Bandung dan melanjut ke THS
(Technische Hoogeschool atau
sekolah Tekhnik Tinggi yang
sekarang menjadi ITB). Ia
berhasil meraih gelar "Ir" pada
25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan
ajaran Marhaenisme dan
mendirikan PNI (Partai Nasional
lndonesia) pada 4 Juli 1927,
dengan tujuan Indonesia
Merdeka. Akibatnya, Belanda,
memasukkannya ke penjara
Sukamiskin, Bandung pada 29
Desember 1929. Delapan bulan
kemudian baru disidangkan.
Dalam pembelaannya berjudul
Indonesia Menggugat, beliau
menunjukkan kemurtadan
Belanda, bangsa yang mengaku
lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat
Belanda makin marah. Sehingga
pada Juli 1930, PNI pun
dibubarkan. Setelah bebas pada
tahun 1931, Soekarno
bergabung dengan Partindo
dan sekaligus memimpinnya.
Akibatnya, beliau kembali
ditangkap Belanda dan dibuang
ke Ende, Flores, tahun 1933.
Empat tahun kemudian
dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang
cukup panjang, Bung Karno dan
Bung Hatta memproklamasikan
kemerdekaan RI pada 17
Agustus 1945. Dalam sidang
BPUPKI tanggal 1 Juni 1945,
Ir.Soekarno mengemukakan
gagasan tentang dasar negara
yang disebutnya Pancasila.
Tanggal 17 Agustus 1945, Ir
Soekarno dan Drs. Mohammad
Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Dalam
sidang PPKI, 18 Agustus 1945
Ir.Soekarno terpilih secara
aklamasi sebagai Presiden
Republik Indonesia yang
pertama.
Sebelumnya, beliau juga
berhasil merumuskan Pancasila
yang kemudian menjadi dasar
(ideologi) Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Beliau
berupaya mempersatukan
nusantara. Bahkan Soekarno
berusaha menghimpun bangsa-
bangsa di Asia, Afrika, dan
Amerika Latin dengan
Konferensi Asia Afrika di
Bandung pada 1955 yang
kemudian berkembang menjadi
Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI
melahirkan krisis politik hebat
yang menyebabkan penolakan
MPR atas
pertanggungjawabannya.
Sebaliknya MPR mengangkat
Soeharto sebagai Pejabat
Presiden. Kesehatannya terus
memburuk, yang pada hari
Minggu, 21 Juni 1970 ia
meninggal dunia di RSPAD. Ia
disemayamkan di Wisma Yaso,
Jakarta dan dimakamkan di
Blitar, Jatim di dekat makam
ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai.
Pemerintah
menganugerahkannya sebagai
"Pahlawan Proklamasi".
Detik Detik Kematian Sang
Presiden
Jakarta, Selasa, 16
Juni 1970. Ruangan
intensive care RSPAD
Gatot Subroto
dipenuhi tentara
sejak pagi. Serdadu
berseragam dan
bersenjata lengkap
bersiaga penuh di
beberapa titik
strategis rumah sakit
tersebut. Tak kalah
banyaknya, petugas
keamanan
berpakaian preman
juga hilir mudik di
koridor rumah sakit
hingga pelataran
parkir.
-
Sedari pagi, suasana
mencekam sudah
terasa. Kabar yang
berhembus
mengatakan, mantan
Presiden Soekarno
akan dibawa ke
rumah sakit ini dari
rumah tahanannya di
Wisma Yaso yang
hanya berjarak lima
kilometer.
-
Malam ini desas-
desus itu terbukti. Di
dalam ruang
perawatan yang
sangat sederhana
untuk ukuran
seorang mantan
presiden, Soekarno
tergolek lemah di
pembaringan. Sudah
beberapa hari ini
kesehatannya sangat
mundur. Sepanjang
hari, orang yang dulu
pernah sangat
berkuasa ini terus
memejamkan mata.
Suhu tubuhnya
sangat tinggi.
Penyakit ginjal yang
tidak dirawat secara
semestinya kian
menggerogoti
kekuatan tubuhnya.
-
Lelaki yang pernah
amat jantan dan
berwibawa, dan
sebab itu banyak
digila-gilai
perempuan seantero
jagad, sekarang tak
ubahnya bagai
sesosok mayat hidup.
Tiada lagi wajah
gantengnya. Kini
wajah yang dihiasi
gigi gingsulnya telah
membengkak, tanda
bahwa racun telah
menyebar ke mana-
mana. Bukan hanya
bengkak, tapi bolong-
bolong bagaikan
permukaan bulan.
Mulutnya yang dahulu
mampu menyihir
jutaan massa dengan
pidato-pidatonya
yang sangat
memukau, kini hanya
terkatup rapat dan
kering. Sebentar-
sebentar bibirnya
gemetar. Menahan
sakit. Kedua
tangannya yang
dahulu sanggup
meninju langit dan
mencakar udara, kini
tergolek lemas di sisi
tubuhnya yang kian
kurus.
-
Sang Putera Fajar
tinggal menunggu
waktu
-
Dua hari kemudian,
Megawati, anak
sulungnya dari
Fatmawati diizinkan
tentara untuk
mengunjungi
ayahnya. Menyaksikan
ayahnya yang
tergolek lemah dan
tidak mampu
membuka matanya,
kedua mata Mega
menitikkan airmata.
Bibirnya secara
perlahan didekatkan
ke telinga manusia
yang paling
dicintainya ini.
-
“Pak, Pak, ini Ega…”
-
Senyap.
-
Ayahnya tak bergerak.
Kedua matanya juga
tidak membuka.
Namun kedua bibir
Soekarno yang telah
pecah-pecah
bergerak-gerak kecil,
gemetar, seolah ingin
mengatakan sesuatu
pada puteri
sulungnya itu.
Soekarno tampak
mengetahui
kehadiran Megawati.
Tapi dia tidak mampu
membuka matanya.
Tangan kanannya
bergetar seolah ingin
menuliskan sesuatu
untuk puteri
sulungnya, tapi
tubuhnya terlampau
lemah untuk sekadar
menulis. Tangannya
kembali terkulai.
Soekarno terdiam
lagi.
-
Melihat kenyataan itu,
perasaan Megawati
amat terpukul. Air
matanya yang sedari
tadi ditahan kini
menitik jatuh. Kian
deras. Perempuan
muda itu menutupi
hidungnya dengan
sapu tangan. Tak kuat
menerima kenyataan,
Megawati menjauh
dan limbung. Mega
segera dipapah
keluar.
-
Jarum jam terus
bergerak. Di luar
kamar, sepasukan
tentara terus berjaga
lengkap dengan
senjata.
-
Malam harinya
ketahanan tubuh
seorang Soekarno
ambrol. Dia coma.
Antara hidup dan
mati. Tim dokter
segera memberikan
bantuan seperlunya.
-
Keesokan hari,
mantan wakil
presiden Muhammad
Hatta diizinkan
mengunjungi kolega
lamanya ini. Hatta
yang ditemani
sekretarisnya
menghampiri
pembaringan
Soekarno dengan
sangat hati-hati.
Dengan segenap
kekuatan yang
berhasil dihimpunnya,
Soekarno berhasil
membuka matanya.
Menahan rasa sakit
yang tak terperi,
Soekarno berkata
lemah.
-
“Hatta.., kau di sini..?”
-
Yang disapa tidak
bisa
menyembunyikan
kesedihannya. Namun
Hatta tidak mau
kawannya ini
mengetahui jika
dirinya bersedih.
Dengan sekuat
tenaga memendam
kepedihan yang
mencabik hati, Hatta
berusaha menjawab
Soekarno dengan
wajar. Sedikit
tersenyum
menghibur.
-
“Ya, bagaimana
keadaanmu, No ?”
-
Hatta menyapanya
dengan sebutan yang
digunakannya di
masa lalu. Tangannya
memegang lembut
tangan Soekarno.
Panasnya menjalari
jemarinya. Dia ingin
memberikan
kekuatan pada orang
yang sangat
dihormatinya ini.
-
Bibir Soekarno
bergetar, tiba-tiba,
masih dengan lemah,
dia balik bertanya
dengan bahasa
Belanda. Sesuatu yang
biasa mereka berdua
lakukan ketika
mereka masih
bersatu dalam Dwi
Tunggal. “Hoe gaat
het met jou…?”
Bagaimana
keadaanmu?
-
Hatta memaksakan
diri tersenyum.
Tangannya masih
memegang lengan
Soekarno.
-
Soekarno kemudian
terisak bagai anak
kecil. Lelaki perkasa
itu menangis di
depan kawan
seperjuangannya,
bagai bayi yang
kehilangan mainan.
Hatta tidak lagi
mampu
mengendalikan
perasaannya.
Pertahanannya bobol.
Airmatanya juga
tumpah. Hatta ikut
menangis.
-
Kedua teman lama
yang sempat berpisah
itu saling
berpegangan tangan
seolah takut berpisah.
Hatta tahu, waktu
yang tersedia bagi
orang yang sangat
dikaguminya ini tidak
akan lama lagi. Dan
Hatta juga tahu,
betapa kejamnya
siksaan tanpa
pukulan yang dialami
sahabatnya ini.
Sesuatu yang hanya
bisa dilakukan oleh
manusia yang tidak
punya nurani.
-
“No…” Hanya itu yang
bisa terucap dari
bibirnya. Hatta tidak
mampu
mengucapkan lebih.
Bibirnya bergetar
menahan kesedihan
sekaligus
kekecewaannya.
Bahunya terguncang-
guncang.
-
Jauh di lubuk hatinya,
Hatta sangat marah
pada penguasa baru
yang sampai hati
menyiksa bapak
bangsa ini. Walau
prinsip politik antara
dirinya dengan
Soekarno tidak
bersesuaian, namun
hal itu sama sekali
tidak merusak
persabatannya yang
demikian erat dan
tulus.
-
Hatta masih
memegang lengan
Soekarno ketika
kawannya ini kembali
memejamkan
matanya.
-
Jarum jam terus
bergerak. Merambati
angka demi angka.
Sisa waktu bagi
Soekarno kian tipis.
-
Sehari setelah
pertemuan dengan
Hatta, kondisi
Soekarno yang sudah
buruk, terus merosot.
Putera Sang Fajar itu
tidak mampu lagi
membuka kedua
matanya. Suhu
badannya terus
meninggi. Soekarno
kini menggigil. Peluh
membasahi bantal
dan piyamanya.
Malamnya Dewi
Soekarno dan
puterinya yang masih
berusia tiga tahun,
Karina, hadir di
rumah sakit.
Soekarno belum
pernah sekali pun
melihat anaknya.
-
Minggu pagi, 21 Juni
1970. Dokter
Mardjono, salah
seorang anggota tim
dokter kepresidenan
seperti biasa
melakukan
pemeriksaan rutin.
Bersama dua orang
paramedis, Dokter
Mardjono memeriksa
kondisi pasien
istimewanya ini.
Sebagai seorang
dokter yang telah
berpengalaman,
Mardjono tahu
waktunya tidak akan
lama lagi.
-
Dengan sangat hati-
hati dan penuh
hormat, dia
memeriksa denyut
nadi Soekarno.
Dengan sisa kekuatan
yang masih ada,
Soekarno
menggerakkan
tangan kanannya,
memegang lengan
dokternya. Mardjono
merasakan panas
yang demikian tinggi
dari tangan yang
amat lemah ini. Tiba-
tiba tangan yang
panas itu terkulai.
Detik itu juga
Soekarno
menghembuskan
nafas terakhirnya.
Kedua matanya tidak
pernah mampu lagi
untuk membuka.
Tubuhnya tergolek
tak bergerak lagi. Kini
untuk selamanya.
-
Situasi di sekitar
ruangan sangat sepi.
Udara sesaat terasa
berhenti mengalir.
Suara burung yang
biasa berkicau tiada
terdengar.
Kehampaan
sepersekian detik
yang begitu
mencekam. Sekaligus
menyedihkan.
-
Dunia melepas salah
seorang pembuat
sejarah yang penuh
kontroversi. Banyak
orang
menyayanginya, tapi
banyak pula yang
membencinya. Namun
semua sepakat,
Soekarno adalah
seorang manusia
yang tidak biasa.
Yang belum tentu
dilahirkan kembali
dalam waktu satu
abad. Manusia itu kini
telah tiada.
-
Dokter Mardjono
segera memanggil
seluruh rekannya,
sesama tim dokter
kepresidenan. Tak
lama kemudian
mereka
mengeluarkan
pernyataan resmi:
Soekarno telah
meninggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar