Sabtu, 02 Maret 2013

Peristiwa G 30 S / PKI Hal 2

perencanaan pemberontakan.
Akhirnya, Mahkamah Militer Luar
Biasa (Mahmilub) memutuskan ia
bersalah. Proses pemeriksaannya
seperti terburu-buru. Prinsip
Mahmilub itu kan harus cepat
selesai. Jadi, tidak bolak-balik
seperti pengadilan biasa. Sejak
pemeriksaan awal, oditur
(penuntut) sudah ikut. Jadi, pada
waktu pemeriksa menyatakan
selesai, oditur juga sudah siap. Ini
untuk menghindari saat berkasnya
diajukan pemeriksa, lalu jaksanya
bilang, "Wah, kurang anu,"
dikembalikan, lalu diperiksa lagi.
Jadi, berdasarkan keterangan saksi
dan bukti yang terungkap dalam
pemeriksaan, oditur sudah yakin
bahwa yang bersangkutan
memang masuk golongan A. Anda
tadi menyebut soal daftar tokoh
PKI. Dari mana itu diperoleh?
Aparat keamanan seperti
kepolisian, kejaksaan, dan CPM
sudah memiliki data itu, khususnya
bagian yang mengawasi aktivitas
politik. Sejak kapan daftar itu
dibuat? Sejak pemberontakan PKI
Madiun 1948, aparat mulai
menyelidiki sisa-sisa tokohnya.
Waktu itu, karena ada Agresi
Belanda II, penanganan peristiwa
Madiun itu kan tidak tertib. Tokoh
PKI itu tak semuanya bisa kita
"ambil". Tapi kami mulai meneliti
siapa itu Aidit, misalnya. Juga
termasuk daftar yang dibuat Dinas
Rahasia Amerika (CIA)? Aduh, saya
tak begitu mengetahui soal itu.
Tapi, sewaktu melaksanakan
pemeriksaan, saya tak pernah
memegang daftar itu. Tapi
keterlibatan CIA memang ada? Oh,
enggak. Bukan tak mau menjawab,
tapi saya benar-benar tak tahu soal
itu. Sama sekali tidak ada tekanan
dari luar negeri? Tidak ada. Paling-
paling wartawan asing yang
datang mencari berita. Setelah
dilepas, beberapa tahanan PKI
menyangkal sejarah G30S-PKI versi
pemerintah selama ini. Misalnya
Latief, yang mengaku telah
memberi tahu Soeharto
sebelumnya. Begini, untuk
menjawab itu, saya ingin
menceritakan satu hal. Suatu hari,
seorang wartawan kawan saya
mengundang saya makan bersama
Latief. Saya menolaknya, "Mau apa?
Mau dibohongi? Kamu kan lebih
tahu bagaimana Latief itu." Malam
itu (sehari sebelum G30S-PKI
meletus), Latief bukan hanya
bertemu dengan Pak Harto. Ia juga
bertemu dengan Pak Nas (A.H.
Nasution). Di rumah Pak Nas, ia
diterima adik Bu Nas. Latief tanya,
"Pak Nas bangun pagi jam berapa?
Salat subuh jam berapa? Makan
pagi jam berapa?" Dia mengecek
jadwal Pak Nas. Itu intinya. Setelah
dibebaskan, ia mengeluh kenapa
pemerintah tidak berbelas kasihan.
Ya, karena pasukan dia yang
menyerbu rumah Pak Nas. Kalau
soal pertemuan dengan Soeharto?
Sekarang ada anggapan
keterangan Latief itu seolah-olah
benar. Ia mengaku bertemu
dengan Soeharto, dan sebagainya.
Tapi ada satu bukti, sewaktu ia
tertangkap setelah ditembak, di
sakunya ada surat dari Mayor
Jenderal TNI Pranoto
Reksosamodra (Asisten III Menteri
Panglima Angkatan Darat yang
dinyatakan terlibat G30S-PKI).
Isinya kira-kira, "Saya (Pranoto) tak
lagi bisa menolong kamu." Surat
itu kan mestinya jawaban dari
surat Latief. La, kalau memang
Latief lebih dekat dengan Pak
Harto, kenapa dia tidak lantas
minta tolong saja kepada Pak
Harto? Kenapa minta tolong
kepada Pranoto? Dari situ saya
menilai apa yang diomongkan
Latief itu banyak bohongnya. Dia
juga bilang bukan PKI. Itu bohong.
Latief mengikuti rapat pertama
yang membahas operasi
penangkapan Dewan Jenderal itu.
Bahkan, dua kali rapat itu diadakan
di rumahnya sendiri. Saat operasi,
ia aktif di Lubangbuaya, mengatur
pasukan. Saat pemeriksaan
Teperpu dan di sidang Mahmilub,
ia terbukti terlibat. Apa pun
penilaian orang, kalau
keterlibatannya tak cukup bisa
dibuktikan, tak mungkin ia divonis
hukuman seumur hidup. Tapi
kenapa penjelasan Soeharto soal
pertemuannya dengan Latief
berubah-ubah? Satu waktu ia
mengaku ditemui Latief, lain waktu
ia menyangkalnya. Tak tahu saya.
Itu urusan Pak Harto. TNI Angkatan
Udara akan menerbitkan buku
untuk meluruskan sejarah AU
dalam peristiwa G30S-PKI.
Bagaimana sebenarnya
keterlibatan Kepala Staf AU waktu
itu, Omar Dhani? Omar Dhani
terbukti terlibat. Dia mempercayai
hasutan PKI dan masuk arus
taktiknya, sampai ia meyakini apa
yang dilakukan PKI itu benar.
Misalnya soal Dewan Jenderal. Tapi,
dalam hal AURI, ya, seharusnya
dipisahkan. Boleh saja mereka
ingin meluruskan sejarah. Tapi,
mengenai peranan Omar Dhani
dan keterlibatan beberapa
perwira, itu sudah terbukti. Karena
Omar Dhani memasukkan senapan
Chung dari RRC, yang lalu
dipergunakan PKI? Itu salah
satunya. Indikasi lain, dia adalah
teman D.N. Aidit. Malam itu (30
September), Aidit berada di Bandar
Udara Halim Perdanakusuma,
Jakarta. Dia kabur menggunakan
pesawat AURI. Tanpa izin Omar
Dhani, mestinya itu kan sulit.
Mungkin bisa dikatakan, Omar
Dhani tidak tahu-menahu, kan itu
urusan pimpinan pangkalan. Tapi,
faktanya, Aidit ada di situ, lantas
ada penggunaan pesawat. Itu
sesuatu yang unik untuk
melepaskan keterlibatan Omar
Dhani dari operasi PKI. Jadi,
menurut saya, kalau memang mau
meluruskan sejarah, ya,
berkonsultasilah dulu dengan
Pusat Sejarah ABRI. Bukankah yang
jelas terlibat hanya Mayor Udara
Sujono? Ya. Tapi ada indikasi kuat
soal penggunaan pesawat oleh
Aidit itu. Dalam Mahmilub juga ada
banyak keterangan yang
mengukuhkan keterlibatan Omar
Dhani ini. Waktu itu, dia divonis
hukuman mati. Benarkah tim
forensik saat itu tidak menemukan
indikasi penyiksaan secara sadistis
pada jenazah Tujuh Pahlawan
Revolusi? Sejauh yang saya lihat,
memang ada banyak tanda bekas
siksaan. Kami menemukan memar
dan luka pada beberapa bagian
badan. Secara umum, semua
jenazah luka-luka. Tapi kan mereka
baru ditemukan beberapa hari
kemudian. Anda melihat dengan
mata kepala sendiri? Ya. Dan ada
luka sayatan atau alat kelamin yang
tidak utuh, misalnya? Disayat-sayat
itu pengertiannya bagaimana?
Pokoknya, ada bekas siksaan.
Kenapa kudeta PKI?dengan massa
sekitar 3 juta orang?itu begitu
mudah ditumpas? Mengapa
pemberontakannya hanya satu
hari selesai? Itu kan pertanyaan
Anda? Itu karena pemberontakan
tersebut tidak didukung kekuatan
yang betul-betul kuat. Menurut
perhitungan Aidit semula,
rencananya sudah matang. Mereka
pikir, jika Pulau Jawa sudah bisa
direbut, Indonesia bisa dikuasai.
Tapi kekuatan mereka ternyata tak
seimbang untuk menghadapi ABRI.
Saat Bandara Halim bisa direbut
ABRI kembali, kekuatan mereka
yang semula sekitar empat kompi
menyusut menjadi dua kompi. Itu
atas usaha Pak Harto yang
menugasi beberapa perwira untuk
mempengaruhi komandan mereka
untuk bergabung kembali dengan
TNI. Jadi, gerakan itu ternyata
hanya sebegitu. La, rakyat tak
bersenjata kok diminta
menghadapi ABRI? Mana bisa
mereka diandalkan? Bagaimana
dengan dugaan peristiwa itu
adalah konflik internal AD sendiri?
Begini, sejak kelahirannya, PKI
telah menyusun rencana
sedemikian rupa untuk secara
bertahap menguasai negara. Itu
sudah banyak terbukti. Misalnya
pemberontakan PKI Madiun pada
1948 yang dipimpin Muso. Sejak
saat itu, mereka gencar melakukan
infiltrasi ke beberapa perwira
ABRI, untuk suatu saat bisa
dikerahkan. Mereka juga berhasil
mematahkan saingan politiknya
lewat Bung Karno sehingga Partai
Sarekat Islam dan Masyumi
akhirnya dibubarkan. Cuma, waktu
itu PKI masih terbentur kekuatan
Angkatan Darat. Dicarilah akal. Lalu,
diisukan adanya Dewan Jenderal
yang akan mengadakan kudeta.
Anggotanya sengaja ditiup-tiupkan
Aidit terdiri atas orang-orang yang
memang anti-PKI. Jadi, tidak benar
itu adalah gerakan AD. Menurut
informasi yang ada, itu memang
gerakan PKI. Yang aneh, kenapa
Soeharto tidak menjadi target
pembunuhan, padahal saat itu dia
adalah orang nomor tiga di ABRI?
Itu saya enggak tahu, tapi memang
Pak Harto tidak jadi sasaran.
Soeharto tidak dianggap musuh
PKI? Oh, bukan begitu. Pak Harto
tidak pernah terpengaruh PKI.
Sepanjang kedekatan saya dengan
beliau saat menjadi Panglima
Daerah Militer Diponegoro, tak ada
tanda-tanda itu. Walaupun, saat itu
di Ja-Teng, pengaruh PKI amat
kuat. Latief dan Untung kan
pernah menjadi anak buahnya?
Untung dan Latief itu memang
bekas anak buah Pak Harto. Tapi
begini. Beliau itu sangat
memperhatikan anak buahnya.
Ketika Untung kawin, misalnya, Pak
Harto datang. Itu kan lumrah
karena beliau waktu itu
pemimpinnya. Saat itu, Pak Harto
menjabat komandan brigade,
Untung menjadi komandan kompi.
Menurut saya, tak ada yang aneh
kenapa beliau tidak dijadikan
sasaran. Saat itu, pemegang policy
ada di luar AD, tapi di SUAD (Staf
Umum Angkatan Darat). Pak Harto
kan di pasukan. Nah, yang
dianggap penting oleh PKI kan
orang-orang yang memegang
policy di SUAD itu. Apa komentar
Anda soal tahanan politik (tapol)
PKI yang sudah dibebaskan?
Pernyataan mereka setelah keluar
dari tahanan itu aneh. Mereka
memanfaatkan kemerdekaan
berpendapat sekarang ini untuk
membersihkan diri dari noda yang
pernah mereka perbuat. Mereka
memutarbalikkan sejarah. Seperti
Gerwani (Gerakan Wanita
Indonesia, organisasi wanita
onderbouw PKI), kok, mereka
bilang tak pernah bersalah.
Padahal, menurut kenyataan,
Gerwani jelas-jelas mendukung
pemberontakan itu. Saya harap
masyarakat tidak mudah
mempercayai kata-kata mereka.
Jadi, Anda yakin hasil pemeriksaan
Teperpu itu seratus persen benar?
Saya yakin apa yang sudah
diputuskan pengadilan itu seratus
persen benar. Bagaimanapun,
pengadilan mengambil keputusan
bukan atas nama individu, tapi
demi Tuhan. Memang, dalam
proses penahanan, karena ada
begitu banyak orang yang harus
diperiksa, bisa saja terjadi
kekurangtertiban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar